Hukum Menyusui Bayi (Bayi Susuan)

Bismill ahirohmanirrohim

Assalamualaikum wr. wb.
Pada kesempatan kali ini kita akan berbicara tentang hukum menyusui bayi (anak orang lain) atau bayi susuan, fenomena ini banyak terjadi di masyarakat dan banyak pula masyarakat yang kurang memperhatikan hal ini dikarenakan ketidaktahuan mereka akan hukum menyusui ini. Oleh karena pentingnya masalah ini, yuk kita lihat bagaimana pengertian, dasar hukumnya, syarat-syaratnya dan hukum yang terkait dengan masalah ini.

Pengertian

Radha ‘ (menyusui) secara kata berarti menyusu dari seorang ibu serta meminum susunya, sedangkan berdasarkan pengertian syar’i berarti sampainya air susu dari seorang wanita ke dalam perut seorang bayi dengan syarat tertentu. Dasar hukumnya adalah :

Dan wanita yang menyusui kalian adalah ibu-bu kalian (QS An-Nissa :23)

Hadist riwayat Ibnu Abbas ra

"(seseorang) menjadi mahram karena sebab radha, sebagaimana (seseorang) menjadi mahram karena sebab nasab."  (Muttafaq ‘alaih)
Dari kedua dasar hukum tersebut, para ulama menetapkan suatu hukum, yaitu jika seorang bayi menyusu pada seorang wanita atau meminum air susunya, wanita itu menjadi ibu susuannya dan suaminya menjadi ayah susuannya dan keduanya serta anak-anaknya mahram (haram menikah) dengan bayi tersebut. Ketetapan hukum ini meliputi beberapa persyaratan, baik itu bagi si wanita maupun bagi si bayi.

Syarat-syarat wanita yang menyusui
1. Wanita tersebut sudah berumur Sembilan tahun atau lebih, dalam hitungan tahun hijriyyah, jika kurang dari itu, tidak dapat ditetapkan sebagai hukum radha’.

2. Ketika menyusui atau pada saat diambil air susunya dalam keadaan hidup (bernyawa). Lain halnya jika si bayi menyusui/meminum susu yang diambil dari seorang wanita yang sudah meninggal dunia maka itu tidak ditetapkan sebagai hukum radha’.

Syarat-syarat pada bayi yang menyusu

1. Bayi tersebut belum berumur dua tahun dalam hitungan tahun hijriyyah, jika umur bayi dua tahun atau lebih dari dua tahun dalam hitungan tahun hijriyyah maka tidak ditetapkan sebagai hukum radha’. Berdasarkan hadist dari Ibnu Abbas berikut,

"Maka tidak ditetapkan hukum radha’ kecuali jika anak tersebut belum berumur dua tahun." (Mutafaq’ alaih).
2. Bayi tersebut sudah menyusu dari wanita yang menyusuinya sebanyak lima kali kesempatan menyusu dalam beberapa waktu, bukan hanya lima kali sedotan dalam satu kali kesempatan menyusu dan juga tidak harus beberapa hari walaupun semuanya dalam satu hari. Yang penting adalah lima kali kesempatan menyusu secara terpisah. Hal yang berkaitan dengan lima kali kesempatan menyusu,

a. Jika si bayi sendiri yang melepas (puting susu) karena sudah tidak mau lagi, lalu kembali menyusu, maka dihitung dua kali kesempatan menyusu. Tetapi jika bayi itu melepasnya dikarenakan ada sesuatu yang menarik perhatian dia untuk bermain-mainkemudian menyusu lagi tidak dihitung dua kali kesempatan.

b. Jika yang melepasnya adalah wanita yang menyusuinya, karena suatu pekerjaan yang membutuhkan waktu yang lama, misalnya untuk memasak atau mencuci dihitung dua kali kesempatan. Adapun jika karena melakukan pekerjaan ringan seperti membetulkan posisi si bayi atau mengambil benda yang terjatuh lalu menyusui lagi maka tidak dihitung dua kali kesempatan.

c. Jika si bayi ketika menyusu kemudian tertidur dan saat terbangun puting susu wanita itu masih menempel di mulut si bayi  sedangkan tidurnya tidak lama maka tidak dihitung dua kali kesempatan. Tetapi jika tidurnya lama atau ketika bangun puting susu si wanita tersebut terlepas dari mulut si bayi maka hal itu dihitung dua kali kesempatan menyusu.

3. Air susu wanita yang menyusui telah sampai ke dalam perut si bayi walaupun setelah itu dimuntahkan kembali oleh si bayi, maka hal ini telah masuk dalam hukum radha’. Jika si bayi menyusu dari wanita yang tidak keluar air  susunya maka tidak ditetapkan sebagai hukum radha’.

Hukum yang berkaitan dengan radha
Jika sudah ditetapkan sebagai hukum radha’ yaitu wanita menyusui seorang bayi dan syarat-syaratnya terpenuhi, maka hukum yang terkait masalah ini adalah,

1. Wanita yang menyusui dan suaminya menjadi mahramnya (ibu dan bapak susuan).

2. Anak-anak wanita yang menyusui menjadi mahram (saudara sepersusuan).
3. Saudara dan saudari si wanita yang menyusui menjadi mahram (paman dan bibi susuan) begitu pula dengan saudara dan saudari suaminya.

4. Bayi yang disusui oleh wanita tersebut menjadi anak susuannya, dan anak keturunan bayi tersebut juga menjadi mahram bagi yang menyusui dan juga suami dari wanita itu.

Perlu diketahui juga pengertian mahram di sini adalah sebatas tidak boleh menikahinya, boleh melihatnya dan tidak batal wudhu pada saat menyentuhnya. Mahram di sini juga tidak berkaitan dengan pemberian nafkah dan saling mewarisi, sebagaimana halnya mahram dikarenakan nasab.

Dan juga berkaitan dengan ini adalah, masalah terpenuhinya syarat lima kali kesempatan menyusu ini merupakan hukum yang ditetapkan dalam mahzab Imam Syafi’I sedangkan bagi mahzab Imam Malik dan Imam Abu Hanifah akan terpenuhi syarat hukum radha’ walaupun hanya satu kali kesempatan menyusu.
Baca juga : Hal-hal yang dilarang bagi wanita yang sedang haid di sini

Wallahu 'alam
Jakarta, 14 Juni 2013

Sumber : dari berbagai sumber dan majalah alkisah
Achmad Ginanto

Popular posts from this blog

Mimpi bertemu Waliyullah (Tanya Jawab)

ASMA ROSUL NUR MUHAMMAD SAW...

Doa Tolak Bala/Santet...