Imam Al Ghazali : Menata Hati Saat Membaca Alquranul karim

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum wr wb.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya Ullumuddin bab etika membaca alquran menerangkan beberapa hal yang terkait dalam tata cara menata  hati ketika kita membaca Alquran. Terkadang atau seringkali dalam membaca Alquran hati kita kosong, tidak ada Allah SWT di dalam hati kita, padahal Alquran itu sendiri merupakan kalam-Nya. Bagaimana mungkin kita bisa memperoleh barokah membacanya jika Allah SWT sebagai pemiliknya kita lupakan. Untuk itu saya kira penting kita memahami apa yang Imam Ghazali ajarkan mengenai adab atau bagaimana menata kondisi hati agar kita mampu memperoleh keberkahan di dalam membaca kitab Alquran, ada sepuluh hal (sikap) yang terkait di dalam hal ini, yaitu :
1. Fahmu ashl al-kalam, yaitu mengerti dan menyadari betapa agungnya kalam illahi ini (Alquran). Allah SWT memberikan anugerah dan taufik-Nya pada saat kitab ini diturunkan-Nya kepada derajat yang mampu difahami oleh makhluk-Nya. Kalau pengalaman saya sih, biasanya sebelum membaca, saya tawassul dulu ke Rasul kemudian ke orang tua (untuk riyadoh saya baca tawasul sanad guru juga). Kemudian menyatakan niat dan memohon ampunan bila ada salah dalam membaca, memohon bimbingan dalam membaca baru kemudian berdoa untuk kedua orang tua, setelah itu di dahului dengan membaca surat Alfatehah (Surat ini selalu dibaca terlebih dahulu setiap akan membaca AlQuran)


2. At-Ta’zhim, yaitu pada saat kita memulai membacanya/mendaras Alquran sepatutnya kita merasakan keagungan Allah SWT di dalam hati (menghadirkan Allah SWT di dlm hati kita). Menyadari bahwa kalam ini berasal bukan dari ucapan manusia melainkan ucapan Allah SWT, Tuhan semesta alam.

3. Hudhur al-qalb, yaitu meninggalkan bisikan nafsu (hati yang Khusyuk), dalam menafsirkan ayat,”Wahai Yahya, ambillah kitab ini dengan sungguh-sungguh.” (QS Maryam : 12) maksudnya adalah ketika dia membaca Alquran konsentrasinya hanya kepada Alquran dan tidak berpaling kepada yang lain.


4. At-Tadabbur, yaitu setelah hati mampu khusyuk di dalam membacanya maka renungilah atau tadabburilah setiap ayat yang kita baca. Imam Ali ra mengatakan,”tidak ada keistimewaan dalam ibadah yang tidak dipahami, dan di dalam bacaan yang tidak ditafakuri dan direnungkan maknanya.”


5. At-Tafahhum, yaitu menafsirkan setiap ayat dengan penafsiran yang patut (bagi yang memiliki kemampuan/ilmu). Sebagai orang awam, kita tidak cukup mampu untuk menafsirkan atau ditakutkan salah dalam menafsirkan, sebagaimana hadist Rasul Mulia SAW, "Barangsiapa mengulas atau menafsirkan AlQuran tanpa ilmu pengetahuan maka bersiaplah menduduki neraka." (HR Abu Dawud) oleh karena itu bacalah kitab-kitab tafsir Quran yang ditulis oleh para ahli. Hanya saja cobalah merenungi setiap nama-nama Allah SWT, sifat para nabi, kekuasaan-Nya, sifat orang-orang dzalim, perintah dan larangan-Nya, berita tentang hari akhir dll. Agar rahasianya bisa terkuak melalui ilham yang datang dari Allah SWT.


6. At-Takhalli ‘an mawani’ al-fahm yaitu menjauhi hal-hal yang bisa menghalangi kita dari pemahaman terhadap Alquran.  Menurut Imam Al Ghazali ada empat hal yang mampu menghalangi kita dari pemahaman terhadap kandungan Al Quran, yaitu :
1. Hanya terpaku kepada indahnya bacaan, terpaku pada makhraj huruf dan tajwidnya saja sehingga memalingkan kita dari kehendak memahami Alquran.

2. Terpaku pada pemahaman mazhabnya saja, taklid buta, yang menyebabkan kita fanatik dan kaku. Walaupun hanya berdasarkan dari apa yang kita dengar saja, pada akhirnya kita akan menolak pemahaman dari mazhab lain walaupun itu bisa jadi merupakan hal benar.

3. Selalu berbuat dosa, memiliki sifat sombong dan cinta harta dunia. Kita harus menyadari bahwa tidak akan mungkin bersatu dalam satu wadah antara dosa dan pahala, antara kebaikan dan keburukan. Semua hal di atas akan menyebabkan hati menjadi gelap dan keruh, seperti debu, ia akan menghijab Alquran dari hati kita. Semakin kita jauh dari hal-hal tersebut maka semakin jelaslah makna Alquran dalam cermin hati.

4. Membaca tafsir atau memahaminya secara tekstual (apa adanya) dan meyakini bahwa tidak ada makna/tafsir Alquran selain dari tafsir yang diperolehnya dari Ibnu Abbas atau para mujahid tertentu saja, selain dari tafsir-tafsir tersebut maka tertolak.


7. At-Takhshish, yaitu menyadari dan memastikan bahwa kitalah yang dimaksudkan oleh Alquran. Jika mendengar/membaca perintah dan larangan, maka kita merasa bahwa kitalah yang diperintah dan dilarang oleh Allah SWT, begitupun bila membaca mengenai janji dan ancaman.


8. At-Ta’assur, yaitu hati yang peka ketika kita membaca berbagai pesan yang tersurat dari berbagai ayat. Setiap kali membaca suatu pesan dari Alquran, maka hati dan perasaannya berada dalam kondisi tertentu, bisa sedih, gembira, takut dan lain-lain. Janganlah kita membaca kitab-Nya seolah-olah sedang mendongeng, tidak ada perasaan apapun ketika membaca. Rasul Mulia Muhammad SAW bersabda,”bacalah Al Quran, hingga kalian larut di dalamnya dan kulit kalian menjadi lemas karenanya,jika tidak begitu, maka sama halnya kalian tidak membacanya.” Senada dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Anfal ayat 2 yang berbunyi,”Yaitu orang-orang yang ketika disebut nama Allah hatinya merasa takut dan manakala ayat-ayatNya dibaca iman mereka bertambah. Dan, pasrah kepada Tuhan mereka.” Membaca Alquran dengan benar adalah bilamana lisan, akal, dan hati bersatu di dalamnya. Tugas lisan adalah membenarkan bacaan huruf dengan tartil, tugas akal menafsirkan makna-maknanya sedangkan hati menerima dan mengikuti larangan dan perintahnya. Dengan kata lain lisan membaca dengan tartil, akal menerjemahkannya sementara hati menerima anjurannya.


9. At-Taraqqi, yaitu kondisinya selalu meningkat sehingga seolah-olah kita mendengar ucapan dari Allah SWT secara langsung. Menurut Imam Ghazali ada tiga macam tingkatan pembaca Alquran, pertama, Seorang pembaca yang mampu membayangkan/mengilustrasikan seolah-olah dia membaca di hadapan Allah dan Allah SWT sedang melihat dan mendengar bacaannya, ini adalah tingkatan orang yang meminta, mengambil dan rendah hati. Kedua, seorang pembaca yang hatinya yakin bahwa Allah sedang melihatnya, bertutur kata kepadanya dengan lembut dan membisikinya dengan kenikmatan dan kebaikan-Nya sedang diapun merasa malu kepada-Nya, mengagungkan-Nya, mendengar dan memahami firman-firmanNya. Inilah derajat ashabul yamin (orang-orang yang menerima kitab dari sebelah kanan). Ketiga, yaitu Seorang pembaca yang melihat orang yang berucap (mutakallim) dan dalam kata-kata itu dia mengetahui sifat-sifat-Nya. Tujuannya hanya kepada Allah SWT (Sang Penutur, Mutakallim), pikirannya hanya tertuju kepada-Nya, seolah-olah dia larut menyaksikan-Nya. Inilah derajat muqarrabin (orang-orang yang dekat kepada Allah SWT).


10. At-Tabarri, yaitu seseorang yang melepaskan diri dari segala daya dan kekuatannya. Dia melihat dirinya berada di antara ridha dan penyucian diri. Tentang apapun ayat yang dibacanya maka tidak lepas darinya doa permohonan dan ampunan. Ketika dia membaca ayat yang berbicara janji dan pujian bagi orang saleh maka dia tidak melihat dia termasuk ke dalam golongan itu melainkan melihat orang-orang yang yakin dan teguh keimanannya kemudian dia berdoa kepada-Nya agar dikumpulkan bersama mereka. Sedangkan bila dibacanya ayat tentang ancaman dan kemurkaan Allah SWT maka dia merasa dialah yang dituju oleh ayat tersebut, gemetar dan takutlah dia seraya berdoa memohon ampunan.

Marilah kita berdoa kepada Allah SWT agar kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mampu membaca Alquran dengan benar, yaitu bilamana lisan, akal, dan hati bersatu di dalamnya. Tugas lisan adalah membenarkan bacaan huruf dengan tartil, tugas akal menafsirkan makna-maknanya sedangkan hati menerima dan mengikuti larangan dan perintahnya. Dengan kata lain lisan membaca dengan tartil, akal menerjemahkannya sementara hati menerima anjurannya.

Wassalamualaikum Wr Wb.
Jakarta, 16 maret 2012

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi bertemu Waliyullah (Tanya Jawab)

ASMA ROSUL NUR MUHAMMAD SAW...

Doa Tolak Bala/Santet...