Sayyidina Husein ra

Dahulu,di negeri madinah, adalah Al Husein yg membelah malam mengarungi dinginnya alam, di sela-sela rukuk dan sujudnya, beliau datang mengurai kerinduan di hadapan sang nabi…Beliau, Al Husein bersimpuh dan kemudian melantunkan lagu puja puji penghuni syurga, sekedar jembatan agar Allah swt memberi makrifat, tapi hal itu tidak berlangsung lama karena derasnya kerinduan dan beratnya beban di dada, beliau kemudian merintih menangis…Memandang penuh rindu kepada penghuni pusara suci itu…”Duh eyang, cucumu datang melepas rindu, aku rindu belaianmu, aku rindu senyummu aku rindu berada di pangkuanmu. Rindu akan keadilan dan sifat kasih sayangmu, rindu akan untaian mutiara kehidupan yang mengalir dari mulutmu.” “Duh eyang maafkan aku, setelah sekian puluh tahun usiaku hanyalah keluh kesah yg mampu aku haturkan…”

“Duh eyang, alangkah beratnya beban yang aku bawa jikalau aku harus menegakkan kebenaran di hadapan barisan rapat dan kuat kaum yang buta, ditengah-tengah eforia orang-orang yang haus jabatan dan tak kenal rasa malu, ditengah penguasa yang gemar menindas kawula alit, di antara para manusia penyebar fitnah,di antara pemupuk kekayaan dari hasil korupsi yang lupa bahwa masih banyak dan teramat banyak orang-orang melarat yg sedang sekarat, kebenaran yang ditindas dan kezaliman yang dipupuk subur oleh manusia yang mengaku penerusmu…eyaang.”

“Duh eyang, cahaya islam yg begitu gemerlap telah sirna oleh kegelapan hawa nafsu dan angkara murka yg keluar dari, maaf eyang, lubang pantat kaum pecinta dunia. Tidak ada lagi islam yg rahmatan lil allamiin yg ada hanyalah islam yang “kacaukan” allamiin. Pembunuhan dan penculikan biasa mereka lakukan hanya untuk sekedar membungkam suara-suara kebenaran, yang walaupun sedikit tapi sangat menyakitkan telinga para pembesar.”

Setelah berkeluh kesah Al Husein melakukan shalat dua rakaat, kemudian beliau berdoa, “Ya Allah aku adalah cucu dari nabi-Mu, dihadapan kuburnya dan atas kemulian nabi-Mu aku berdoa, ya Allah tidaklah aku mengalami setiap peristiwa kehidupanku melainkan itu ada di dalam pengetahuan-Mu, maka bimbinglah aku dan kuatkanlah aku di dalam mengemban amanat menegakkan kebenaran dan menyampaikan islam yg telah diajarkan oleh nabi-Mu. Islam yang penuh cinta dan kasih sayang, islam yang menyadarkan dan meluruskan, islam yang memberi keadilan, bukan islam yang melegitimasi penindasan kepada sesama manusia.”

Puas melampiaskan rindu dan berdoa, Al Husein mengumpulkan kerabatnya dan berangkat menuju kuffah, tempat di mana banyak pendukung beliau, yang selanjutnya sejarah mencatat beliau syahid di padang karbala, dihinakan dan dipenggal kepalanya lalu secara tidak beradab dipamerkan dihadapan Muawiyah ibnu Abu Sofyan, sang penguasa (seandainya saja boleh saya sebut si munafik).



Kisah syahidnya Al Husein, yang saya interpretasikan dari doa-doa beliau, semestinya mampu menginspirasi kaum muslimin wal muslimat di seantero jagat, tanpa melihat suni atau syiah, untuk berusaha “mengekspresikan” islam secara indah dan damai karena memang itulah sejatinya islam. Kekerasan, anarkisme yang dibungkus dalam ajaran jihad dan kesucian agama, sudah terlalu banyak di negeri ini, negeri yg katanya dibangun berdasarkan pilar toleransi. Islam itu tegas tetapi lembut, islam itu menyadarkan bukan menghakimi. Biarkan sunni, syi’i, NU, Muhammadiyah, kejawen, konghucu, Kristen, hindu, budha, dan ahmadiyah (agama yg berakar dari paham islam, yg berkembang dari Pakistan sana) itu hidup untuk mencari kebenaran Tuhannya podo-podo, kita ini jangan sombong dengan menjadi Tuhan untuk menghakimi, memaksakan kebenaran demi kebenaran itu kurang elok, yang elok adalah mengenalkan kebenaran.Betul?

Kisah Al Husein yang dilatar belakangi oleh perebutan kekuasaan, penindasan kaum marjinal, penistaan agama, pengekangan paham keagamaan yang satu, hubuddunya, korupsi dan manipulasi, seolah menggambarkan kondisi dunia pada saat ini, termasuk juga kondisi negeri Indonesia tercinta kita. Saya yakin di negeri ini masih banyak orang-orang yang “ketitisan” Sayyidina Husein, yang dengan lantang dan ikhlas meneriakkan kebenaran di tengah ketidak benaran yang merajalela. Orang-orang yang terpilih dalam "diam" maupun dalam “keramaian” terpilih oleh “keadaan” maupun oleh proses “penderitaan”. Manusia yang mampu mendobrak kemampanan system berbangsa dan bernegara, yang mampu mengasah ketajaman “pedang keadilan” bagi siapapun yang bersalah tanpa pandang bulu, yang mampu mendidik pintar dan mendewasakan rakyat, serta yang mampu mensinergikan seluruh potensi kekuatan bangsa menjadi energy yg mensejahterakan rakyat. Mari kita sambut dan dukung Al Husein-Al Husein negeri ini, bangunkan! Barangkali mereka masih ada yang tertidur di kelas-kelas sekolah, di tengah-tengah pasar, di kesibukan kerja atau barangkali ada yang masih sibuk berlatih di kesatriaan keprajuritan.

Jakarta, 12 September 2012

Comments

Popular posts from this blog

Mimpi bertemu Waliyullah (Tanya Jawab)

ASMA ROSUL NUR MUHAMMAD SAW...

Doa Tolak Bala/Santet...